Penggolongan Zat Warna Tekstil

| |

Menurut sumber diperolehnya zat warna tekstil digolongkan menjadi 2 yaitu:
1. Zat Pewarna Ala
m (ZPA) yaitu zat warna yang berasal dari bahan-bahan alam pada umumnya dari hasil ekstrak tumbuhan atau hewan.
2. Zat Pewarna Sintesis (ZPS) yaitu Zat warna buatan atau sintesis dibuat dengan reaksi kimia dengan bahan dasar ter arang batu bara atau minyak bumi yang merupakan hasil senyawa turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena, naftalena dan antrasena. (Isminingsih, 1978).

Pada awalnya proses pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam. Namun, seiring kemajuan teknologi dengan ditemukannya zat warna sintetis untuk tekstil maka semakin terkikislah penggunaan zat warna alam. Keunggulan zat warna sintetis adalah lebih mudah diperoleh , ketersediaan warna terjamin, jenis warna bermacam macam, dan lebih praktis dalam penggunaannya Meskipun dewasa ini penggunaan zat warna alam telah tergeser oleh keberadaan zat warna sintesis namun penggunaan zat warna alam yang merupakan kekayaan budaya warisan nenek moyang masih tetap dijaga keberadaannya khususnya pada proses pembatikan dan perancangan busana. Rancangan busana maupun kain batik yang menggunakan zat warna alam memiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai seni dan warna khas, ramah lingkungan sehingga berkesan etnik dan eksklusif. Dalam tulisan ini akan dijelaskan teknik eksplorasi zat warna alam dari tanaman di sekitar kita sebagai upaya pemanfaatan kekayaan sumberdaya alam yang melimpah sebagai salah satu upaya pelestarian budaya.

A. Zat Warna Alam untuk Bahan Tekstil

Zat warna alam untuk bahan tekstil pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga. Pengrajin-pengrajin batik telah banyak mengenal tumbuhan-tumbuhan yang dapat mewarnai bahan tekstil beberapa diantaranya adalah : daun pohon nila (indofera), kulit pohon soga tingi (Ceriops candolleana arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh (Tea), akar mengkudu (Morinda citrifelia), kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum), kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji (Psidium guajava). (Sewan Susanto,1973).
Bahan tekstil yang diwarnai dengan zat warna alam adalah bahan-bahan yang berasal dari serat alam contohnya sutera,wol dan kapas (katun). Bahan-bahan dari serat sintetis seperti polyester , nilon dan lainnya tidak memiliki afinitas atau daya tarik terhadap zat warna alam s
ehingga bahan-bahan ini sulit terwarnai dengan zat warna alam. Bahan dari sutera pada umumnya memiliki afinitas paling bagus terhadap zat warna alam dibandingkan dengan bahan dari kapas.
Salah satu kendala pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam adalah ketersediaan variasi warnanya sangat terbatas dan ketersediaan bahannya
yang tidak siap pakai sehingga diperlukan proses-proses khusus untuk dapat dijadikan larutan pewarna tekstil. Oleh karena itu zat warna alam dianggap kurang praktis penggunaannya.
Namun dibalik kekurangannya tersebut zat warna alam memiliki potensi pasar yang tinggi sebagai komoditas unggulan produk Indonesia memasuki pasar global dengan daya
tarik pada karakteristik yang unik, etnik dan eksklusif. Untuk itu, sebagai upaya mengangkat kembali penggunaan zat warna alam untuk tekstil maka perlu dilakukan pengembangan zat warna alam dengan melakukan eksplorasi sumber- sumber zat warna alam dari potensi sumber daya alam Indonesia yang melimpah.
Eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui secara kualitatif warna yang dihasilkan oleh berbagai tanaman di sekitar kita untuk pencelupan tekstil. Dengan demikian
hasilnya dapat semakin memperkaya jenis–jenis tanaman sumber pewarna alam sehingga ketersediaan zat warna alam selalu terjaga dan variasi warna yang dihasilkan semakin beragam. Eksplorasi zat warna alam ini bisa diawali dari memilih berbagai jenis tanaman yang ada di sekitar kita baik dari bagian daun, bunga, batang, kulit ataupun akar. Sebagai indikasi awal, tanaman yang kita pilih sebagai bahan pembuat zat pewarna alam adalah bagian tanama–tanaman yang berwarna atau jika bagian tanaman itu digoreskan ke permukaan putih meninggalkan bekas/goresan berwarna. Pembuatan zat warna alam untuk pewarnaan bahan tekstil dapat dilakukan menggunakan teknologi dan peralatan sederhana.














B. Eksplorasi Zat Warna Alam dan Teknik Pencelupannya

Menurut R.H.MJ. Lemmens dan N Wulijarni-Soetjipto (1999) sebagian besar warna dapat diperoleh dari produk tumbuhan, pada jaringan tumbuhan terdapat pigmen tumbuhan penimbul warna yang berbeda tergantung menurut struktur kimianya. Golongan pigmen tumbuhan dapat berbentuk klorofil, karotenoid, flovonoid dan kuinon. Untuk itu pigmen – pigmen alam tersebut perlu dieksplorasi dari jaringan atau organ tumbuhan dan dijadikan larutan zat warna alam untuk pencelupan bahan tekstil. Proses eksplorasi dilakukan dengan teknik ekstraksi dengan pelarut air.
Proses pembuatan larutan zat warna alam adalah proses untuk mengambil pigmen – pigmen penimbul warna yang berada di dalam tumbuhan baik terdapat pada daun, batang, buah, bunga, biji ataupun akar. Proses eksplorasi pengambilan pigmen zat
warna alam disebut proses ekstraksi. Proses ektraksi ini dilakukan dengan merebus bahan dengan pelarut air. Bagian tumbuhan yang di ekstrak adalah bagian yang diindikasikan paling kuat/banyak memiliki pigmen warna misalnya bagian daun, batang, akar, kulit buah, biji ataupun buahnya. Untuk proses ekplorasi ini dibutuhkan bahan – sebagai berikut:
• Kain katun (birkolin) dan sutera
• Ekstrak adalah bahan yang diambil dari bagian tanaman di sekitar kita yang ingin kita jadikan sumber pewarna alam seperti : daun pepaya, bunga sepatu, daun alpokat, kulit buah manggis, daun jati, kayu secang, biji makutodewo, daun ketela pohon, daun jambu biji ataupun jenis tanaman lainnya yang ingin kita eksplorasi
• Bahan kimia yang digunakan adalah tunjung (FeSO4) , tawas, natrium karbonat/soda abu (Na2CO3) , kapur tohor (CaCO3), bahan ini dapat di dapatkan di toko-toko bahan kimia. Peralatan yang digunakan adalah timbangan, ember, panci, kompor, thermometer , pisau dan gunting.

C. Proses Ekstraksi Zat Warna Alam

Dalam melakukan proses e
kstraksi/pembuatan larutan zat warna alam perlu disesuaikan dengan berat bahan yang hendak diproses sehingga jumlah larutan zat warna alam yang dihasilkan dapat mencukupi untuk mencelup bahan tekstil. Banyaknya larutan zat warna alam yang diperlukan tergantung pada jumlah bahan tekstil yang akan diproses. Perbandingan larutan zat warna dengan bahan tekstil yang biasa digunakan adalah 1: 30. Misalnya berat bahan tekstil yang diproses 100 gram maka kebutuhan larutan zat warna alam adalah 3 liter. Beikut iniadalah langkah-langkah proses ekstraksi untuk mengeksplorasi zat pewarna alam dalam skala laboratorium:
• Potong menjadi ukuran kecil – kecil bagian tanaman yang diinginkan
misalnya: daun, batang , kulit atau buah. Bahan dapat dikeringkan dulu maupun langsung diekstrak. Ambil potongan tersebut seberat 500 gr.
• Masukkan potongan-potongan tersebut ke dalam panci. Tambahkan air dengan perbandingan 1:10. Contohnya jika berat bahan yang diekstrak 500gr maka airnya 5 liter.
• Rebus bahan hingga volume air menjadi setengahnya (2,5liter). Jika menghendaki larutan zat warna jadi lebih kental volume sisa perebusan bisa diperkecil misalnya menjadi sepertiganya. Sebagai indikasi bahwa pigmen warna yang ada dalam tumbuhan telah keluar ditunjukkan dengan air setelah perebusan menjadi berwarna. Jika larutan tetap bening berarti tanaman tersebut hampir dipastikan tidak mengandung pigmen warna.
• Saring dengan kasa penyari
ng larutan hasil proses ekstraksi tersebut untuk memisahkan dengan sisa bahan yang diesktrak (residu). Larutan ekstrak hasil penyaringan ini disebut larutan zat warna alam. Setelah dingin larutan siap digunakan.

D. Persiapan Pencelupan Dengan Zat Warna Alam

Sebelum dilakukan penc
elupan dengan larutan zat warna alam pada kain katun dan sutera perlu dilakukan beberapa proses persiapan sebagai berikut:
1. Proses mordanting
Bahan tekstil yang hendak diwarna harus diproses mordanting terlebih dahulu. Proses mordanting ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya tarik zat warna alam terhadap bahan tekstil serta berguna untuk menghasilkan kerataan dan ketajaman warna yang baik. Proses mordanting dilakukan sebagai berikut:
a. Potong bahan tekstil sebagai sample untuk diwarna dengan ukuran 10 X 10 Cm atau sesuai keinginan sebanyak tiga lembar.
b. Rendam bahan tekstil yang akan diwarnai dalam larutan 2gr/liter sabun netral (sabun sunlight batangan) atau TRO (Turkey Red Oil). Artinya setiap 1 liter air yang digunakan ditambahkan 2 gram sabun netral atau TRO. Perendaman dilakukan selama 2 jam. Bisa juga direndam selama semalam. Setelah itu bahan dicuci dan dianginkan.
c. Untuk bahan kain kapas : Buat larutan yang mengandung 8 gram tawas dan 2 gram soda abu (Na2CO3) dalam setiap 1 liter air yang digunakan. Aduk hingga larut. Rebus larutan hingga mendidih kemudian masukkan bahan kapas dan direbus selama 1jam. Setelah itu matikan api dan kain kapas dibiarkan terendam dalam larutan selama semalam. Setelah direndam semalaman dalam larutan tersebut, kain diangkat dan dibilas (jangan diperas) lalu dikeringkan dan disetrika. Kain kapas tersebut siap dicelup
d. Untuk bahan sutera at: Buat larutan yang mengandung 8 gram tawas dalam setiap 1 liter air yang digunakan, aduk hingga larut. Panaskan larutan hingga 60ºC kemudian masukkan bahan sutera atau wol dan proses selama 1 jam dengan suhu larutan dijaga konstan (40 – 60ºC ). Setelah itu hentikan pemanasan dan kain dibiarkan terendam dalam larutan selama semalam. Setelah direndam semalaman dalam larutan tersebut, kain diangkat dan dibilas (jangan diperas) lalu dikeringkan dan disetrika. Kain sutera yang telah dimordanting tersebut siap dicelup dengan larutan zat warna alam.

2. Pembuatan larutan fixer (pengunci warna)
Pada proses pencelupan bahan tekstil dengan zat warna alam dibutuhkan proses fiksasi (fixer) yaitu proses penguncian warna setelah bahan dicelup dengan zat warna alam agar warna memiliki ketahanan luntur yang baik. Ada 3 jenis larutan fixer yang biasa digunakan yaitu tunjung (FeSO4), tawas, atau kapur tohor (CaCO3).. Untuk itu sebelum melakukan pencelupan kita perlu menyiapkan larutan fixer terlebih dengan dengan cara :
a. Larutan fixer tunjung : Larutkan 50 gram tunjung dalam tiap liter air yang digunakan. Biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya
b. Larutan fixer Tawas : Larutkan 50 gram tawas dalam tiap liter air yang digunakan. Biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya
c. Larutan fixer Kapur tohor : Larutkan 50 gram kapur tohor dalam tiap liter air yang digunakan. Biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya.

3. Proses Pencelupan Dengan Zat Warna Alam
Setelah bahan dimordanting dan larutan fixer siap maka proses pencelupan bahan tekstil dapat segera dilakukan dengan jalan sebagai berikut:
a. Siapkan larutan zat warna alam hasil proses ekstraksi dalam tempat pencelupan .
b. Masukkan bahan tekstil yang telah dimordanting kedalam larutan zat warna alam dan diproses pencelupan selama 15 – 30 menit.
c. Masukkan bahan kedalam larutan fixer bisa dipilih salah satu antara tunjung , tawas atau kapur tohor. Bahan diproses dalam larutan fixer selama 10 menit. Untuk mengetahui perbedaan warna yang dihasilkan oleh masing – masing larutan fixer maka proses 3 lembar kain pada larutan zat warna alam setelah itu ambil 1 lembar difixer pada larutan tunjung, 1 lembar pada larutan tawas dan satunya lagi pada larutan kapur tohor.
d. Bilas dan cuci bahan lalu keringkan. Bahan telah selesai diwarnai dengan larutan zat warna alam.
e. Amati warna yang dihasilkan dan perbedaan warna pada bahan tekstil setelah difixer dengan masing-masing larutan fixer. Pada umumnya hampir semua jenis zat warna alam mampu mewarnai bahan dari sutera dengan baik , namun tidak demikian dengan bahan dari kapas katun. (berdasar beberapa eksperimen yang telah dilakukan penulis).
f. Lakukan pengujian-pengujian kualitas yang diperlukan (ketahanan luntur warna dan lainnya
g. Simpulkan potensi tanaman yang diproses (diekstrak) sebagai sumber zat pewarna alam untuk mewarnai bahan tekstil.

Dengan banyak melakukan eksperimentasi untuk mengeksplorasi kandungan pigmen warna dalam tanaman maka akan sangat memperkaya jenis zat warna alam yang kita miliki. Eksperimen dapat dimulai dari memilih jenis tanaman di lingkungan sekitar anda yang sekiranya belum dimanfaatkan untuk kepentingan lain (untuk obat,tanman hias dan lainnya). Potensi sumber daya alam Indonesia yang melimpah merupakan faktor pendukung yang dapat dimanfaatkan. Produk tekstil dengan zat pewarna alam ini banyak disukai karena keunggulannya selain ramah lingkungan juga warna – warna yang dihasilkan sangat khas dan etnik sehingga memiliki nilai jual yang tinggi .
Produk tekstil dengan zat warna alam dapat dijadikan potensi unggulan produk daerah di pasar global. Untuk pengembangan penggunaan zat warna alam perlu dilakukan melalui penelitian –penelitian untuk mendapatkan hasil yang semakin baik.

Beberapa contoh zat pewarna alami yang biasa digunakan untuk mewarnai adalah:
 KAROTEN, menghasilkan warna jingga sampai merah. Biasanya digunakan untuk mewarnai produk-produk minyak dan lemak seperti minyak goreng dan margarin. Dapat diperoleh dari wortel, papaya dan sebagainya.
 BIKSIN, memberikan warna kuning seperti mentega. Biksin diperoleh dari biji pohon Bixa orellana yang terdapat di daerah tropis dan sering digunakan untuk mewarnai mentega, margarin, minyak jagung dan salad dressing.
 KARAMEL, berwarna coklat gelap dan merupakan hasil dari hidrolisis (pemecahan) karbohidrat, gula pasir, laktosa dan sirup malt. Karamel terdiri dari 3 jenis, yaitu karamel tahan asam yang sering digunakan untuk minuman berkarbonat, karamel cair untuk roti dan biskuit, serta karamel kering. Gula kelapa yang selain berfungsi sebagai pemanis, juga memberikan warna merah kecoklatan pada minuman es kelapa ataupun es cendol
 KLOROFIL, menghasilkan warna hijau, diperoleh dari daun. Banyak digunakan untuk makanan. Saat ini bahkan mulai digunakan pada berbagai produk kesehatan. Pigmen klorofil banyak terdapat pada dedaunan (misal daun suji, pandan, katuk dan sebaginya). Daun suji dan daun pandan, daun katuk sebagai penghasil warna hijau untuk berbagai jenis kue jajanan pasar. Selain menghasilkan warna hijau yang cantik, juga memiliki harum yang khas.
 ANTOSIANIN, penyebab warna merah, oranye, ungu dan biru banyak terdapat pada bunga dan buah-buahan seperti bunga mawar, pacar air, kembang sepatu, bunga tasbih/kana, krisan, pelargonium, aster cina, dan buah apel,chery, anggur, strawberi, juga terdapat pada buah manggis dan umbi ubi jalar. Bunga telang, menghasilkan warna biru keunguan. Bunga belimbing sayur menghasilkan warna merah. Penggunaan zat pewarna alami, misalnya pigmen antosianin masih terbatas pada beberapa produk makanan, seperti produk minuman (sari buah, juice dan susu).
• KURKUMIN, berasal dari kunyit sebagai salah satu bumbu dapur sekaligus pemberi warna kuning pada masakan yang kita buat.

Pembuatan bahan warna alami sebenarnya sangatlah mudah. Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai pewarna alami ditumbuk, dapat pula menggunakan blender atau penumbuk biasa dengan sedikit ditambah air, lalu diperas dan saring dengan alat penyaring. Agar warnanya cerah dapat ditambahkan sedikit air kapur atau air jeruk nipis. Setelah diperoleh air perasan pewarna, lalu disimpan di dalam lemari es atau freezer jika menginginkan disimpan lebih lama.
Jika pewarna yang digunakan berasal dari gula kelapa yang digunakan pula sebagai pewarna pemanis, maka pilih gula kelapa yang kualitasnya bagus sehingga tidak perlu menyaring, lalu larutkan dengan air dingin atau air panas bila ingin cepat. Sedangkan untuk membuat pewarna hijau sekaligus pengharum dapat digunakan kombinasi daun suji dan pandan. Keduanya sekaligus ditumbuk bersama sedikit air, peras, lalu saring.

Macam-macam Pewarna alam

| |

Macam-macam Pewarna alam
A. Tarisi

Tumbuhan ini berupa pohon dengan tinggi 8 - 15 m. Batang berkayu diameter ± 40 cm. Percabangan tidak teratur. Daun majemuk, menyirip genap rangkap dua, saling berhadapan. Setiap tangkai daun terdapat 15 -20 pasang daun. Helaian daun bundar telur. Pangkal daun agak runcing kemudian meruncing ke arah ujung daun, tepi rata. Bunga majemuk terdapat 10 - 15 bunga kecil-kecil. Buah polong, pipih.


B. Jambu Monyet

Tumbuhan berupa pohon yang tingginya ± 12 m, mempunyai banyak percabangan. Daun berseling, berbentuk bulat telur sungsang hingga bulat telur sungsang lonjong yang meruncing ke pangkal daun, daun muda berwarna merah-kecoklatan kemudian akan menjadi hijau tua cerah. Perbungaan terdapat di ujung cabang-cabangnya, bentuk malai, wangi, berwarna putih ketika mekar dan berangsur-angsur menjadi merah jambu-kemerahan. Buah berbentuk ginjal, berwarna coklat keabuan, lapisan buah luar keras dan mengandung resin, tangkai buah membesar dan kemudian tenggelam, berbentuk sperti buah pear, permukaannya mengkilap, berwarna kuning hingga merah, berdaging lembut dan berair. Biji berbentuk ginjal dengan lapisan penutup biji berwarna coklat kemerahan, memiliki dua kotiledon yang besar.

C. Nanas

Herba yang mempunyai batang semu dengan tinggi 30 - 50 cm mempunyai batang dalam bentuk roset dengan pangkal yang melebar dan menjadi pelepah. Daun tunggal bentuk pedang, ujung lancip tepi berduri kecil dan tajam. Bunganya majemuk, bentuk malai terdapat di ujung batang berwarna ungu kemerahan. Buah berbentuk menyilinder, permukaan buah seperti sisik atau genting kecil yang tersusun rapi, warna hijau kekuningan sampai jingga. Daging buah berwarna putih kekuningan mengandung banyak cairan yang rasanya manis, asam, harum dan tidak berbiji.



D. Jengkol

Tumbuhan ini berupa pohon yang tingginya 10 - 26 m. Daun bersirip ganda dua, anak daun muda berwarna ungu-coklat. Perbungaan bentuk malai terdapat pada ketiak daun yang sudah rontok. Buah polong yang berbentuk gepeng dan berbelit, warna lembayung tua. Polong berisi 5 - 7 biji. Biji berkulit ari tipis warna coklat mengkilat.



E. Pinang

Pohon dengan tinggi ± 25 m. Batang berkayu tegak, diameter ± 15 cm. Daun majemuk berupa roset batang, ujung robek, bergerigi. Bunga majemuk bentuk bulir terdapat di ketiak daun, bunga betina dan bunga jantan tersusun dalam 2 baris. Buah buni bentuk bulat telur warna merah jingga, berbiji satu warna kuning kecoklatan.






F. Aren, Enau

Palem pohon yang tidak bercabang-cabang dan tunggal, mati setelah berbunga, bisa mencapai 20 m.dengan diameter 30-65 cm. Batang ditutupi oleh bekas pangkal tangkai daun dan serat-serat panjang berwarna hitam keabu-abuan. Daun menyirip dengan panjang 6- 10 m, tangkai daun 1-1,5 m dengan pelepah daun pada pangkalnya. Perbungaan berumah satu, tumbuh di antara ketiak daun, merunduk kadang-kadang lebih dari 2 m panjangnya, bunga betina ada di ujung dan bunga jantan tumbuh di bagian bawah batangnya. Buahnya seperti buah batu, bulat sampai bulat telur dengan panjang 5-8 cm, berdaging, terdiri dari 2 - 3 biji, hitam.


G. Lontar

Palem yang mempunyai batangtunggal, dapat mencapai tinggi 30 m ini berbatang kasap, agak kehitam-hitaman, dengan penebalan sisa pelepah daun di bagian bawah. Tajuknya rimbun dan membulat, daun-daun tuanya terkulai tetapi tetap melekat di ujung batang. Pelepah pendek, agak jingga, bercelah dipangkal, berijuk. Pelepah dan tangkai daun tepinya berduri hitam tidak teratur. Daun seperti kipas, bundar, kaku, bercangap menjari, hijau keabu-abuan. Perbungaan berumah dua, menerobos celah pelepah, menggantung. Bunga betinanya kadang-kadang bercabang sedang bunga jantan bercabang banyak. Bunga berwama putih susu, berkelompok, tertanam pada tongkolnya. Buah agak bulat, bergaris tengah 7 - 20 cm, ungu tua sampai hitam, pucuknya kekuningan. Buah berisi 3 bakal biji. Daging buah muda warna putih kaca/transparan, daging buah dewasa/tua warna kuning kemudian berubah menjadi serabut.


H. Secang, Sapan

Tumbuhan ini berupa pohon kecil dengan tinggi 5 - 10 m. Permukaan batang kasar, berduri tersebar. Daun majemuk menyirip, setiap sirip mempunyai 10 - 20 pasang anak daun yang berhadapan mempunyai daun penumpu. Perbungaan tersusun tandan, bunga berwarna kuning terang, tak terbatas. Buah polong warna hitam, berisi 3 - 4 biji








I. Teh

Pohon kecil yang tingginya mencapai ± 3 m, berkayu tegak dengan percabangan banyak, ujung ranting berambut warna coklat kehijauan. Daun tunggal, kaku, bentuk bundar telur dengan ujung dan pangkal runcing, tepi bergerigi, permukaan daun mengkilat warna hijau tua. Bunga tunggal terdapat di ketiak daun, warna putih kekuningan, baunya wangi. Buah kotak, keras, warna coklat kehitaman kalau sudah tua.






J. Cabai Merah

Terna berkayu, tinggi ± 1 m, bercabang-cabang. Daun tunggal bentuk bundar telur sampai elip. Bunga tunggal bentuk bintang terdapat di ketiak daun, warna putih. Buah buni, bentuk seperti kerucut memanjang, menggantung, permukaan buah mengkilat warna hijau sampai merah setelah tua. Biji kecil, pipih warna putih kekuningan dan setelah tua menjadi coklat.






K. Kunyit

Tanaman berupa herba yang tingginya dapat mencapai ± 1 m. Batang semu, tegak, di dalam tanah membentuk banyak rimpang. Daun tunggal berbentuk lanset memanjang, ujung dan pangkal daun runcing. Bunga majemuk bersisik kecil/halus. Warna kuning dan sebelah dalam/kelopak berwarna ungu, tangkai bunga mencapai ± 40 cm.



L. Temu Lawak

Herbal dengan rizoma bercabang, bagian luar berwarna kuning gelap sampai coklat kemerahan, bagian dalam jingga atau jingga-merah. Daun tunggal, lonjong-menjorong sampai lonjong-melanset, pangkal dan ujung daun runcing, permukaan daun licin, hijau dengan pita coklat kemerahan sepanjang tulang tengah. Pembungaan majemuk, pada tunas yang tersendiri, daun gagang hijau pucat, bunga yang menyerupai daun gagang berwarna ungu; mahkota bunga merah pucat, bibir bunga kekuningan dengan pita tengah kuning, staminodes melipat membujur, putih kekuningan. Buah kotak dan sedikit berbulu.



M. Manggis

Pohon berumah dua, batang lurus. Semua bagian tubuh tumbuhan mengandung getah kekuningan. Daun berseling, berbentuk memanjang atau jorong, berdaging tebal dan permukaannya mengkilap, tepi daun rata, ujung daun meruncing tajam. Bunga soliter atau berpasangan pada bagian ujung percabangan, daun mahkota tebal dan berdaging, berwarna hijau kekuningan. Buah bulat dengan diameter 4 - 7 cm. Buah yang sudah masak berwarna merah tua keunguan, bentuk bulat diameter 4 - 7 cm. Kelopak berwarna hijau muda. Dalam buah terdapat daging buah yang warnanya putih, rasanya enak, manis serta biji yang berwarna kecoklatan. Satu buah mengandung 5 - 7 biji.

Membuat Pewarna Alami Indigofera

| |










Zat Warna Alam Memiliki Potensi Pasar yang Tinggi Sebagai Komoditas Unggulan Produk Indonesia. Memasuki pasar global dengan daya tarik pada karakteristik yang unik, etnik dan eksklusif. Warna batik tradisional di beberapa daerah dan jogja khususnya adalah biru tua, hitam, soga coklat dan putih. Untuk membuat kain batik berkualitas bagus tentu saja dibutuhkan pewarna alami. Rancangan busana maupun kain batik yang menggunakan zat warna alam memiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai seni dan warna khas, ramah lingkungan sehingga berkesan etnik dan eksklusif.
Bahan membuat pewarna ala
mi antara lain: daun pohon nila (indofera), kulit pohon soga tinggi (Ceriops candolleana arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh (Tea), akar mengkudu (Morinda citrifolia), kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum), kesumba (Bixa orelana).
Bahan te
kstil yang diwarnai dengan zat warna alam adalah bahan-bahan yang berasal dari serat alam contohnya sutera,wol dan kapas (katun). Sutera memiliki ikatan paling bagus terhadap zat warna alam dibandingkan dengan bahan dari kapas.
1. Warna Biru/Hitam
Warna biru tua dan hitam
umunya diambil dari daun tanaman indigofera yang disebut juga nila atau tom dengan proses fermentasi.
2. Warna Soga/Coklat
Warna ini diambil dari
campuran kulit pohon tinggi arah warna merah, kulit pohon jambal arah warna merah coklat dan kayu tegeran arah warna kuning.

Untuk membuat soga terantung campuran ketiga bahan tersebut. Contohnya bisa diambil campuran kulit kayu tinggi 5kg, kulit kayu jambal 10kg dan kulit tegeran 3kg. Bahan-bahan itu dipotong kecil-kecil, dicuci dan direbus kemudian disaring diambl ekstraknya. Ekstrak atau air soga ini setelah dingin siap dipakai untuk menyoga kain.

Langkah-langkah proses ekstraksi untuk mengeksplorasi zat pewarna alam dalam skala rumah tangga adalah sbb:
1. Potong m
enjadi ukuran kecil – kecil bagian tanaman yang diinginkan misalnya: daun, batang , kulit atau buah. Bahan dapat dikeringkan dulu maupun langsung diekstrak. Ambil potongan tersebut seberat 500 gr.
2. Masukkan potong
an-potongan tersebut ke dalam panci. Tambahkan air dengan perbandingan 1:10. Contohnya jika berat bahan yang diekstrak 500gr maka airnya 5 liter.
3. Rebus bahan hingga volume air menjadi setengahnya (2,5liter). Jika menghendaki larutan zat warna jadi lebih kental volume si
sa perebusan bisa diperkecil misalnya menjadi sepertiganya. Sebagai indikasi bahwa pigmen warna yang ada dalam tumbuhan telah keluar ditunjukkan dengan air setelah perebusan menjadi berwarna. Jika larutan tetap bening berarti tanaman tersebut hampir dipastikan tidak mengandung pigmen warna.
4. Saring dengan kasa penyaring larutan hasil proses ekstraksi tersebut untuk memisahkan dengan sisa bahan yang diesktrak (residu). Larutan ekstrak hasil penyaringan ini disebut larutan zat warna alam. Setelah dingin larutan siap digunakan.

Sebelum dilakukan pencelupan dengan larutan zat warna alam pada kain katun dan sutera perlu dilaku
kan beberapa proses persiapan sebagai berikut:
a. Proses mordanting
Bahan tekstil yang hendak d
iwarna harus diproses mordanting terlebih dahulu. Proses mordanting ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya tarik zat warna alam terhadap bahan tekstil serta berguna untuk menghasilkan kerataan dan ketajaman warna yang baik.
Proses mordanting dilakukan sebagai berikut:
o Potong bahan tekstil sebagai sample untuk diwarna dengan ukuran 10 X 10 Cm atau sesuai keinginan sebanyak tiga lembar.
o Rendam bahan tekstil yang a
kan diwarnai dalam larutan 2gr/liter sabun netral (sabun sunlight batangan) atau TRO (Turkey Red Oil). Artinya setiap 1 liter air yang digunakan ditambahkan 2 gram sabun netral atau TRO. Perendaman dilakukan selama 2 jam. Bisa juga direndam selama semalam. Setelah itu bahan dicuci dan dianginkan.
o Untuk bahan kain kapas : Buat larutan yang mengandung 8 gram tawas dan 2 gram soda abu (Na2CO3) dalam setiap 1 liter air yang digunakan. Aduk hingga larut. Rebus larutan hingga mendidih kemudian masukkan b
ahan kapas dan direbus selama 1jam. Setelah itu matikan api dan kain kapas dibiarkan terendam dalam larutan selama semalam. Setelah direndam semalaman dalam larutan tersebut, kain diangkat dan dibilas (jangan diperas) lalu dikeringkan dan disetrika. Kain kapas tersebut siap dicelup.
o Untuk bahan sutera : Buat larutan yang mengandung 8 gram tawas dalam setiap 1 liter air yang digunakan, aduk hingga larut. Panaskan larutan hingga 60ºC kemudian masukkan bahan sutera atau wol dan proses selama 1 jam dengan suhu larutan dijaga konstan (40 – 60ºC ). Setelah itu hentikan pemanasan dan kain dibiarkan terendam dalam larutan selama semalam. Setelah direndam semalaman dalam larutan tersebut, kain diangkat dan dibilas (jangan diperas) lalu dikeringkan dan disetrika. Kain sutera yang telah dimordanting tersebut siap dicelup dengan larutan zat warna alam.

b. P
embuatan larutan fixer (pengunci warna)
Pada proses pencelupan bahan
tekstil dengan zat warna alam dibutuhkan proses fiksasi (fixer) yaitu proses penguncian warna setelah bahan dicelup dengan zat warna alam agar warna memiliki ketahanan luntur yang baik. Ada 3 jenis larutan fixer yang biasa digunakan yaitu tunjung (FeSO4), tawas, atau kapur tohor (CaCO3).. Untuk itu sebelum melakukan pencelupan kita perlu menyiapkan larutan fixer terlebih dengan dengan cara :
o Larutan fixer t
unjung : Larutkan 50 gram tunjung dalam tiap liter air yang digunakan. Biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya.
o Larutan fixer Tawas : Lar
utkan 50 gram tawas dalam tiap liter air yang digunakan. Biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya.
o Larutan fixer Kapur tohor : Laru
tkan 50 gram kapur tohor dalam tiap liter air yang digunakan. Biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya.

c. Proses Pencelupan Dengan Zat Pewarna Alami
Setelah bahan dimordanting dan larutan fixer siap maka proses pencelupan bahan tekstil dapat segera dilakukan dengan jalan sebagai berikut:
o Siapkan larutan zat warna alam hasil proses ekstraksi dalam tempat pencelupan
o Masukkan bahan te
kstil yang telah dimordanting kedalam larutan zat warna alam dan diproses pencelupan selama 15 – 30 menit.
o Masukkan bahan kedalam larutan fixer bisa dipilih salah satu antara tunjung , tawas atau kapur tohor. Bahan diproses d
alam larutan fixer selama 10 menit. Untuk mengetahui perbedaan warna yang dihasilkan oleh masing – masing larutan fixer maka proses 3 lembar kain pada larutan zat warna alam setelah itu ambil 1 lembar difixer pada larutan tunjung, 1 lembar pada larutan tawas dan satunya lagi pada larutan kapur tohor.
o Bilas dan cuci bahan lalu keringkan. Bahan telah selesai diwarnai dengan larutan zat warna alam.
o Amati warna yang dihasil
kan dan perbedaan warna pada bahan tekstil setelah difixer dengan masing-masing larutan fixer. Pada umumnya hampir semua jenis zat warna alam mampu mewarnai bahan dari sutera dengan baik , namun tidak demikian dengan bahan dari kapas katun.